Selamat Datang

Blog ini hanya sekedar tulisan dari sebagian perjalanan hidup menir ... kl ada yg bermanfaat ya syukur tul g ... kl ad masukan silahkan kirim email ke menir_mappers@ymail.com

Sabtu, 11 Februari 2012

Planet Ini Sangat Mirip dengan Bumi



Planet ini disebut kandidat terbaik mirip bumi.
Jum'at, 3 Februari 2012, 09:50 WIB
Ita Lismawati F. Malau
Ilustrasi planet (nasa.gov)


VIVANews - Para astronot tak hentinya mencari planet baru yang bisa dihuni manusia. Dan secercah harapan itu muncul saat sekelompok astronot menemukan sebuah planet. Dari penelitian awal, planet ini sangat berpeluang dihuni manusia. Sebab dia mirip bumi.

Dikutip dari laman Dailymail, planet yang terdeteksi lewat teleskop dari bumi itu, berbatu seperti laiknya bumi yang kita huni ini. Selain itu, dia juga mengorbit dengan 'zona hunian' dengan suhu yang cocok untuk keberadaan air di permukaan. Suhu permukaan bisa jadi mirip bumi.

"Planet baru ini kandidat terbaik yang menyediakan air, dan mungkin kehidupan," kata pemimpin penelitian ini, Guillem Anglada-Escudé.

Planet yang terdeteksi teleskop di European Southern Observatory ini memiliki bobot 4,5 kali bumi dan mengorbit pada satu bintang yang disebut GJ 667C dengan jarak 22 tahun cahaya dari bumi. Dalam konteks galaksi, dia tetangga kita.

Dikutip dari laman Telegraph, planet ini mengorbit pada bintangnya dengan periode 28,15 hari, hampir sama dengan bumi kepada matahari. Planet ini dinamai GJ 667Cc.

"Planet ini mengorbit di sistem tiga bintang. Tapi dua lainnya sangat jauh. Tapi, keduanya akan terlihat cantik di langit," kata Steven Vogt, seorang profesor astronomi. Dua bintang lainnya hanyalah bintang kerdil berwarna oranye. Ada tiga planet yang mengorbit dekat bintang ini.

Selain itu, bintang ini memiliki susunan kimia yang berbeda dengan matahari dengan kandungan elemen berberat jenis lebih besar dari helium seperti besi, karbon, dan silikon. Keberadaan planet terbaru ini, menunjukkan bahwa galaksi kita penuh dengan miliaran planet berbatu yang berpotensi untuk dihuni manusia.

"Dengan kemunculan instrumen-instrumen generasi baru, ilmuwan dimampukan untuk meneliti bintang-bintang kerdil dengan planet-planetnya dan akhirnya menemukan tanda-tanda kehidupan di sana," tambah Anglada-Escudé.

GJ 667C sudah diketahui memiliki planet besar dekatnya tapi tidak pernah dipublikasikan. Saking dekatnya dengan bintang, planet itu diduga bersuhu terlalu panas untuk keberadaan air. Studi ini baru saja dimulai untuk mencari parameter orbital planet yang disebut super Bumi ini. Dia mengorbit dengan periode 75 hari.

Tim peneliti kemudian menemukan sinyal jelas mengenai keberadaan planet baru lainnya.

Sebelumnya, Teleskop Kepler menemukan lebih dari seratus planet yang besarnya seukuran Bumi. Penemuan tersebut terjadi pada 2010 setelah Kepler memindai langit untuk menemukan keberadaan planet yang mengorbit bintang.
• VIVAnews

Baca Selengkapnya......

Peneliti Penggali Kutub Selatan Hilang Kontak



Sudah enam hari tak ada kabar dari peneliti yang menggali ke dasar es Antartika.
Sabtu, 4 Februari 2012, 15:04 WIB
Muhammad Firman
Pos penelitian di Antartika (Telegraph)

VIVAnews - Pekan lalu, dunia ilmiah diramaikan dengan kabar gembira bahwa sekelompok peneliti Rusia yang melakukan penggalian pada lapisan es di kutub selatan sudah semakin mendekati bagian bawah lapisan tersebut. Diperkirakan, mereka akan segera bertemu dengan danau bawah es yang sudah 20 juta tahun tak tersentuh cahaya matahari.

Namun, setelah enam hari berselang, peneliti di seluruh dunia mulai khawatir, karena tidak mendapatkan kabar apa pun lewat radio dari para peneliti tersebut. Sebab, nasib mereka tidak diketahui di saat musim dingin Antartika yang mematikan sudah semakin dekat.

“Jika Anda ada di luar ruangan, kondisi sangat dingin. Suhu bisa mencapai minus 30 sampai 40 derajat Celsius,” kata David Pearce, seorang mikrobiolog, dikutip dari FoxNews, Sabtu 4 Februari 2012. “Jika Anda membuka mata, cairan di mata akan mulai membeku. Lubang hidung akan membeku, cairan dalam mulut juga demikian,” ucapnya.

Pearce sendiri mengepalai tim peneliti dari British Antarctic Survey yang melakukan misi yang sama seperti tim Rusia. Bedanya, mereka tidak menggali ke Danau Vostok, melainkan Danau Ellsworth, danau lain di antara 370 buah danau yang ada di bawah lapisan es Antartika. Tetapi, bagi tim Rusia, waktu semakin menipis.

“Mereka harus keluar dari sana pada 6 Februari ini,” kata Pearce. “Jika musim dingin dimulai, dari temperatur yang sudah ekstrem saat ini, suhu masih akan kembali turun hingga 40 derajat Celcius,” ucapnya.



Sebelumnya, tim Rusia sendiri terus berkomunikasi dengan Pearce dan rekan-rekan lain, sesama peneliti ekspedisi Antartika ketiga tersebut. Tim-tim lain juga telah mengamati kemajuan tim Rusia dan saling berbagi catatan selama beberapa hari terakhir.

Namun, saat ini, tidak ada yang mengetahui nasib mereka. “Kami tengah menunggu dengan cemas,” kata Pearce.

Pearce, yang sudah 15 tahun bekerja di Antartika sangat mengetahui kondisi di sana. Vostok merupakan kawasan yang tepat ada di tengah-tengah kutub selatan. Di sana, temperatur Bumi berada di posisi paling rendah yakni sempat mencapai 89,4 derajat Celsius di bawah nol. (art)
• VIVAnews

Baca Selengkapnya......

Google Earth Hapus Penampakan "Atlantis"

Google Earth Hapus Penampakan "Atlantis"
Februari 2009 lalu, terjadi kehebohan, bahwa Google Earth menemukan bekas peradaban kuno.
Senin, 6 Februari 2012, 12:33 WIB
Elin Yunita Kristanti
Gambaran diduga Atlantis di Google Earth (The Sun)

VIVAnews -- Pada Februari 2009 lalu, terjadi kehebohan terkait Atlantis, peradaban maju yang disebut Plato "Timaeus" dan "Critias". Disebut, Google Earth menemukan bekas-bekas peradaban kuno di Samudera Atlantik, tepatnya di Afrika.

Namun, pihak Google membantah spekulasi itu. Menurut mereka, apa yang disangka alur kota tua ternyata efek dari proses pengumpulan data pengukuran dasar laut oleh kapal - dengan menggunakan sonar. Alur garis, yang dikira bekas reruntuhan, adalah bayangan kapal saat proses pengumpulan data.

Gambaran diduga Atlantis di Google Earth

Kini, tiga tahun berselang, Google Earth memutuskan untuk menghapus peta tersebut. Bahkan, Google Ocean -- perpanjangan dari peta Google Earth hanya menampilkan data artefak dari metode sonar yang digunakan para ahli kelautan untuk memetakan dasar laut -- memutuskan untuk memperbarui datanya.

Minggu ini, Google memperbarui aplikasi dengan data terbaru dasar laut dengan data dari Scripps Institution of Oceanography dari University of California, San Diego (UCSD), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), dan kelompok lainnya.

"Versi asli Google Ocean dalah prototipe peta yang baru dikembangkan, memiliki resolusi tinggi tapi juga mengandung ribuan kesalahan (blunder) terkait dengan data kapal," kata David Sandwell, ahli geofisika dari Scripps, seperti dimuat LiveScience. "Mahasiswa UCSD menghabiskan waktu tiga tahun untuk mengidentifikasi, dan mengoreksi kesalahan-kesalahan itu."

Para mahasiswa juga memasukkan data baru ke dalam arsip yang digunakan Google untuk membuat peta topografi bawah lautnya.

Para peneliti biasanya membuat peta ini dengan menggunakan metode sonar, atau gelombang suara, yang memantul dari dasar laut, menginformasikan bagaimana bentang dasar laut. Ketika Google menggunakan banyak survei ini secara bersamaan, mereka kadang-kadang tumpang tindih, menciptakan pola atau alur aneh -- yang membangkitkan kecurigaan soal lanskap kota bawah laut, termasuk Atlantis.

Itulah yang terjadi pada 2009 lalu. Alur kotak-kotak di dasar laut membangkitkan rumor Atlantis. Padahal, nyatanya, itu diakibatkan data yang tumpang tindih. Alur mirip kota adalah area laut selebar 161 kilometer, tak proposional untuk ukuran sebuah 'kota kecil'.



Versi terbaru Google Ocean telah menghapus data ini. Menjadi lebih akurat. Program ini memiliki 15 persen peta dasar laut yang diambil dari kapal dengan resolusi 1 kilometer. Versi sebelumnya, hanya memuat 10 persen peta dasar laut menggunakan metode sonar dan data satelit.

Upgrade selanjutnya, yang akan dilakukan dalam tahun ini, akan menggunakan teknik kalkulasi yang dua kali lebih akurat. "Peta Google sekarang setara dengan peta yang digunakan dalam komunitas riset. Membuat program Google Earth jauh lebih berguna sebagai alat untuk perencanaan pelayaran ke daerah-daerah yang belum dipetakan," kata Sandwell. (sj)

Zona Patahan Pitman yang membentang sepanjang Pasifik-Antartika
• VIVAnews


Baca Selengkapnya......

Peneliti Tiba di Dasar Es Kutub Selatan



Misi ke penggalian Antartika di Danau Vostok sendiri sudah dimulai sejak tahun 1998 lalu.
Selasa, 7 Februari 2012, 12:30 WIB
Muhammad Firman, Amal Nur Ngazis
Danau Vostok, danau di bawah lapisan es Antartika. (dailymail.co.uk)

VIVAnews - Sekelompok ilmuwan Rusia di Antartika yang melakukan penggalian ke bagian dasar lapisan es di sana dan sempat kehilangan kontak selama satu minggu, akhirnya memberikan update terbaru terkait upaya yang mereka lakukan.

“Tim kami telah menghentikan penggalian di kedalaman 3.768 meter dan mencapai permukaan dari danau sub-glacial tersebut,” sebut salah satu juru bicara tim peneliti dan dikonfirmasi oleh perwakilan dari Federal Service for Hydrometeorology Rusia.

John Priscu, mikrobiolog dari Montana State University yang juga melakukan penggalian serupa berharap, Vostok dan sejumlah danau subglacial lain yang terkubur di bawah benua es itu menyediakan petunjuk terkait kehidupan ekstrim yang belum pernah diketahui sebelumnya.

“Jika mereka berhasil, upaya mereka akan mengubah cara kita melakukan penelitian di Antartika dan menyediakan pada kita cara pandang yang sama sekali baru terhadap apa yang ada di bawah lapisan es Antartika yang sangat luas tersebut,” kata Priscu, dikutip dari DailyMail, 7 Februari 2012.

Misi ke Danau Vostok sendiri merupakan upaya pertama yang dimulai sejak 1998 untuk mencapai jaringan yang terdiri dari 200-an danau subglacial di Antartika. Seperti diketahui, meski bagian atas danau tersebut merupakan lapisan es yang sangat tebal, tetapi bagian bawahnya tetap cair karena panas yang dikeluarkan oleh inti planet Bumi.



Jika Vostok didapati menampung mikroba, temuan ini akan memberikan dampak signifikan bagi astrobiologi dan upaya pencarian kehidupan di luar Bumi. Seperti diketahui, Europa, bulan milik Jupiter; dan Enceladus, bulan milik Saturnus; memiliki lapisan es tebal yang menyelimuti samudera air di bawahnya--sama seperti Danau Vostok.

Hilangnya kontak komunikasi antara tim penggali ke Danau Vostok – danau yang berukuran kurang lebih sama luas dengan Danau Ontario di Amerika Serikat – dengan rekan-rekan peneliti lain telah memunculkan kekhawatiran di kalangan ilmuwan karena musim dingin Antartika sudah hampir tiba.

“Tetapi, meski kami tidak mendapatkan kabar dari mereka, kami yakin bahwa mereka tidak berada dalam bahaya,” kata Priscu. “Mereka merupakan ilmuwan yang sangat ahli di bidangnya,” ucapnya. (umi)
• VIVAnews

Baca Selengkapnya......

VIDEO: 'Reuni' Benua-benua Besar

VIDEO: 'Reuni' Benua-benua Besar
Ilmuwan AS, memprediksikan penggabungan lagi benua-benua dalam kurun 50-200 juta tahun.
Jum'at, 10 Februari 2012, 12:40 WIB
Ita Lismawati F. Malau
Pangea, supercontinent yang menjadi asal muasal benua yang ada di Bumi. (geology.rutgers.edu)



VIVAnews - Tiga ratus juta tahun silam, benua-benua di bumi saat ini merupakan satu kesatuan yang disebut Pangaea. Sekelompok ilmuwan AS memperkirakan penggabungan benua-benua ini akan terjadi lagi.

Tim ilmuwan di Universitas Yale, AS, baru-baru ini memprediksikan penggabungan kembali benua-benua di bumi dalam kurun waktu 50-200 juta tahun mendatang. Hal ini dimungkinkan terjadi karena daratan pada dasarnya bergerak secara konstan saat terjadi aktivitas tektonik di suatu bagian permukaan Bumi.

Menurut tim ini, Amerika dan Eurasia diprediksi akan bertubrukan di Kutub Utara. Afrika dan Australia pada akhirnya akan bergabung juga dengan "Benua Super" itu. Menurut laman BBC, kajian tim ilmuwan Yale atas 'reuni' benua-benua itu diungkapkan dalam jurnal ilmiah Nature.

Aktivitas ini membentuk daerah-daerah seperti Mid-Atlantic Ridge--yang menjadi lokasi Islandia--dan wilayah-wilayah seperti yang terlihat di lepas pantai Jepang, di mana satu daratan kecil (pelat) bersinggungan dengan yang lain.

Para peneliti geologi itu yakin bahwa, dalam kurun miliaran tahun, pergesaran pelat-pelat itu secara berkala juga menggerakkan benua-benua dalam waktu bersamaan. Inilah yang memunculkan hipotesis atas terbentuknya sejumlah benua super bernama Nuna 1,8 miliar tahun lalu, Rodinia satu miliar tahun lalu, dan Pangaea 300 juta tahun lalu.

Bagaimana proses pergeseran benua-benua tersebut? Klik tautannya berikut. (umi)
• Sumber : VIVAnews

Baca Selengkapnya......

Proses Penggabungan Benua Asia-Amerika



Ahli dari Universitas Yale menemukan teori baru penggabungan benua, menjadi benua super.
Jum'at, 10 Februari 2012, 13:02 WIB
Elin Yunita Kristanti, Amal Nur Ngazis
Pangea, supercontinent yang menjadi asal muasal benua yang ada di Bumi. (geology.rutgers.edu)

VIVAnews - Di masa lalu, sekitar 250 juta tahun lalu, hanya ada satu benua, yang disebut "Benua Super", Pangaea. Ia lalu terpecah menjadi beberapa benua atau lempeng yang menyebar ke seluruh permukaan Bumi.

Laiknya puzzle, benua-benua yang menyebar itu akan kembali menggaungkan diri, 50 sampai 200 juta tahun mendatang. Salah satunya, Amerika dan Asia, menjadi benua baru bernama Amasia.

Adalah tim ilmuwan Universitas Yale, Amerika Serikat yang meneliti potensi reuni benua-benua itu dalam jurnal sains, Nature.

Yang jadi pertanyaan, bagaimana proses pembentukan benua super itu? Soal cara penggabungan sudah jadi perdebatan para ilmuwan selama bertahun-tahun.

Sebelumnya ada dua teori yang saling bersaing. Pertama disebut ekstroversion, yang menyatakan Pangaea terpecah menjadi sejumlah benua, seperti Amerika Utara), saling terpisah, dan suatu saat nanti akan membentuki Amasia, di sisi lain dunia. Model lain, yang disebut introversi, memprediksi bahwa akan memperlambat pergeseran, dan akhirnya luruh menjadi benua besar di lokasi yang sama, di mana Pangaea pernah ada.

Baru-baru ini tim ilmuwan dari Universitas Yale, Amerika Serikat menawarkan model baru, tentang bagaimana benua super terbentuk. Dengan mengukur daya magnetis sampel geologi kuno, para ilmuwan berspekulasi bahwa benua super baru "Amasia" tidak terbentuk di katulistiwa, melainkan di sekitar Kutub Utara.

Ahli geologi dari Yale, Ross Mitchell dan koleganya mengumpulkan berbagai sampel geologis dan mengukur orientasi magnetisnya. Untuk mengetahui, bagaimana bebatuan menyelaraskan diri dengan kutub magnet Bumi.

Mineral akan kehilangan kemampuan mereka untuk menyelaraskan dengan magnet Bumi pada suhu tertentu, yang disebut suhu Curie -- sekitar 1.400 derajat Fahrenheit. Namun, ada sejumlah batuan yang terbentuk dalam suhu ekstrem, hingga suhunya turun ke bawah Suhu Curie. Sehingga keberpihakan magnetik menjadi terkunci di tempatnya.

• VIVAnews

Tim Yale juga meneliti sampel batuan kuno, dari berbagai usia. Karena semua batuan akan terorientasi pada kutub bumi, mereka bisa mengaitkan perubahan sejalan dengan gerakan benua. Mereka kemudian menggunakan informasi ini untuk membangun sebuah model baru tentang bagaimana superkontinen terbentuk.

Teori baru, orthoversi menyatakan bahwa benua akan bergerak menuju Kutub Utara, bukan ke arah ekuator atau kembali ke titik awal mereka. Posisi Amasia akan miring 90 derajat dari tempat Pangea dulu berada. Lihat videonya di tautan ini. (Christian Science Monitor, umi)

Baca Selengkapnya......